Thursday 6 December 2012

0 comment

Daisy. keindahan yang sederhana #`1


Nasi putih darinya


Kisah ini berawal dari MOS di SMA yang terletak di kawasan Jakarta, di kelas X-5 gue panik karena nggak bawa nasi putih seperti yang diperintah senior. Reza, sahabat gue aja bingung harus gaimana, tadinya gue mau keluar beli nasi, atau muntahin sarapan gue barusan ( ), tapi gue mengurungkan niat karena udah bel.

Entah kenapa tiba-tiba perempuan yang duduk di seberang gue ngasih sebungkus nasi putih. Dia senyum memperlihatkan kedua lesung pipinya yang nggak begitu kelihatan.

“ambil aja nasinya.” Katanya.

“Lah, terus nasi lo gimana?”

“Aku udah punya, kok.” Katanya sambil tersenyum tipis.

“Lo bawa dua nasi, gitu?”

Ia menggeleng “udah, ambil aja.”

Gue tersenyum lega. Perempuan itu kembali duduk. Awalnya dia sendirian, butuh waktu lama biar ada orang lain yang duduk di sebelahnya. Mungkin di kelas ini nggak ada yang dia kenal, juga nggak ada yang kenal dia.

Nggak lama setelah itu senior datang ke kelas, mereka ngasih tau peraturan-peraturan yang nggak boleh dilanggar, de el el, gak penting diceritain. Kemudian kami diperintah turun ke lapangan buat PBB, kalau boleh jujur gue paling males yang beginian. Tapi selama PBB gue nggak ngerasa males seperti biasanya karena gue terus ngelirik perempuan di samping gue, perempuan yang ngasih nasi putih tadi. Gue belum kenalan, tapi di nametag besarnya tertulis Fika Azalea (nama disamarkan ).

Gue bingung dan melongo kaya sapi ompong, saat kami dijemur lama di lapangan, dia angkat tangan, wajahnya pucat. Tapi nggak bilang nyerah kaya di acara tv ajang nyali sama setan-setan begitu.

“Kenapa, de?”

“Saya boleh izin keluar barisan?”

Tanpa bertanya kenapa, senior itu mengeluarkan Fika dari barisan karena wajahnya pucat, Fika duduk di belakang dekat tanaman-tanaman. Gue mikir, jangan-jangan nasi yang dia kasih tadi itu sarapannya?

Samar-samar gue dengar jawaban Fika waktu ditanya senior “maaf, kak. Saya belom makan pagi tadi buru-buru.”

Setelah waktu PBB selesai, kami naik lagi ke lantai tiga untuk masuk ke kelas. Begitu Fika udah duduk, gue mendekat.

“Lo gak sarapan?”

“Sarapan,” Jawabnya dengan lemas “Kenapa?”

“Jujur aja, gue jadi gak enak sama lo, tau.”

Dia mendongak, Gue perhatiin bibirnya yang pucat

“Iya, Aku cuma mau nolong kamu doang, kok. Nggak lebih.”

“Tapi kan...”

“Kamu nolak pertolongan aku?” Potongnya, membuat gue gak bisa berkutik "Yaudah gapapa,"

Gue menggeleng “Nggak, gue gak nolak. Cuma mau bilang makasih aja, lo sampe ngorbanin sarapan lo, haha...”

"Bercanda. Aku makan, kok. Tadi nasinya kebanyakan, tapi tenang aja, nasinya udah aku pisahin setengah sebelum dimakan, kok." Katanya dengan wajah gugup kemudian mengambil sebotol air minum yang dia teguk sampai habis. Tiba-tiba saja jantung gue berdegup lebih cepat dari biasanya, dan gue menyadari itu.

MOS berikutnya, gue selalu membantu Fika. Termasuk menjalankan hukuman bersama Fika
*

MOS udah berakhir, hari ini anak kelas X mulai memakai pakaian putih abu-abu. Pakaian yang gue idamkan sejak tiga hari yang lalu.

“Oi, Fika. Lo masuk ekskul apaan?” Tanya gue iseng.

“Rohis, kamu?”v

Gue manyun “Mau ikut tae kwon do nerusin dari SD.”

Raut wajahnya mendadak berubah “Aku juga dulu ikut itu waktu SD, udah sabuk hijau.”

“Trus sekarang mau diterusin?”

Dia menggeleng “Nggak, aku mau rohis aja. Kebetulan juga Rasti ikut rohis gara-gara aku ikut itu, jadi bisa bareng dia.”

“Oh, lo gak punya temen, ya?” Tanya gue lagi, dia diam “Kan ada gue.” Tanpa sadar gue mengucapkan itu, astaga, itu kaya kata-kata orang yang mau pedekate. Gue salah ngomong dan berasa mau salto sambil kayang. :

Diluar dugaan dia tertawa kecil “Iya iya...”

Kemudian gue tersenyum, eh nyengir.

0 comment:

Best viewed on firefox 5+
Copyright © Design by Dadang Herdiana